Saturday, October 9, 2010

Berkata Baik atau Diam

"Tidak akan lurus (benar)keimanan seorang hamba kecuali setelah hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seorang hamba kecuali setelah lisannya lurus," - Nabi Muhammad.

"Seorang hamba tidak akan bisa sampai pada hakikat iman, kecuali setelah ia menahan lisannya," - Nabi Muhammad.

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir," QS Qaf 18)

"Sesungguhnya seorang hamba berucap dengan kata-kata yang diridhoi Allah, ia tidak memperhatikannya lagi, namun Allah mengangkat dia beberapa derajat dengan kata-kata tersebut. Dan seorang hamba berucap denan kata-kata yang menimbulkan murka Allah, sedang ia sudah tidak mempedulikannya lagi namun Allah mencampakkannya dalam api jahannam karena perkataan tersebut," - Nabi Muhammad.

"Tidaklah manusia ditelungkupkan di atas hidungnya di dalam neraka kecuali karena ulah lidah-lidah mereka," - Nabi Muhammad.


Etika Berbicara :
1. Berbicara hal-hal yang mendatangkan manfaat, dan tidak mengatakan ucapan yang haram, dalam kondisi apapun

"Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. QS Al Mukminun 3)

Perkataan tidak berguna, antara lain : ghibabh, namimah, mencela manusia, dan lain sebagainya.

2. Tidak Banyak Bicara
Terhadap perkataan yang dibolehkan, hendaknya juga tidak banyak berbicara. Karena dengan banyak bicara, meskipun dalam hal yang dibolehkan, akan dapat mengarah kepada hal-hal yang dilarang atau makruh.

"Janganlah kalian banyak bicara, yang bukan zikir kepada Allah. Karena banyak bicara yang bukan zikir kepada Allah, akan membuat hati keras. Sementara manusia yang paling jauh dari Allah adalah yang hatinya keras," - Nabi Muhammad.

"Barangsiapa yang banyak bicaranya maka banyak salahnya; barangsiapa yang banyak salahnya maka banyak dosanya; dan barangsiapa yang banyak dosanya maka neraka lebih pantas baginya," - Umar ra.

3. Wajib Berbicara
Ketika diperlukan, terutama untuk menjelaskan kebenaran dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar. Pembicaraan semacam ini dinilai sebagai perilaku teramat mulia, yang karenanya meninggalkannya dianggap maksiat dan dosa. Karena orang yang mendiamkan kebenaran pada dasarnya adalah syetan yang bisu.